Di desa ini anda akan dibawa untuk mengetahui kebudayaan asli Suku Sasak yang merupakan suku asli Lombok. Desa Sede berada di Rembitan, Lombok Tengah. Satu tradisi unik yang dilakukan oleh masyarakat Suku Sasak, yang mungkin akan membuat anda terkejut adalah bahwa setiap rumah mereka lantainya dilmuri dengan kotoran kerbau. Menurut mereka tradisi seperti ini diyakini akan membuat lantai menjadi kuat, tidak terkena debu dan mencegah serangga masuk. Di Desa Sasak anda juga bisa berburu oleh oleh seperti gelang dan kain tenun asli Lombok.
Meskipun bertajuk desa, Sade terletak di pinggir jalan raya Praya di daerah Rembitan, Lombok Tengah, memakan waktu sekitar 45 menit – 1 jam dari pusat kota Mataram. Meskipun listrik sudah masuk, desa ini merupakan salah satu desa masyarakat suku Sasak yang masih mempertahankan keasliannya. Mulai dari bentuk rumah, bahasa sehari-hari, sampai adat istiadatnya.
Ada tujuh kearifan lokal yang bisa kita pelajari dari masyarakat lokal Suku Sasak :
Ø KEPERCAYAAN.
Pada zaman dahulu, agama
Islam yang dianut Suku Sasak agak berbeda dengan Islam pada umumnya. Mereka
menganut Islam Wetu Telu yang masih mempunyai pengaruh ajaran animisme,
dinamisme, Budha, dan Hindu. Wetu Telu berarti tiga waktu, mereka hanya
menjalankan sholat 3 kali dalam sehari. Namun, masyarakat Suku Sasak di Desa
Sade sudah mulai menjalankan sholat 5 waktu.
Ø TRADISI PERNIKAHAN.
Penculikan merupakan tahap yang
dilakukan sebelum laki-laki melamar calon pengantinnya. Biasanya laki-laki yang
berencana akan menikah sudah berkompromi dengan si perempuan sebelum malamnya
ia pergi menculik. Pihak laki-laki-laki akan membawa kembali si perempuan
kembali ke rumah orang tuanya keesokan paginya atau beberapa hari setelahnya
untuk dilamar. Untuk perempuan yang memang mencintai laki-laki yang
menculiknya, tradisi ini dianggap romantis. Namun bagi perempuan yang tidak
mempunyai rasa, tradisi ini merupakan bencana. Orang tua tidak bisa menolak jika
anak perempuannya sudah berhasil diculik dan dikembalikan karena bisa dianggap
sial (tidak ada yang mau melamar putrinya lagi di kemudian hari). Biasanya,
laki-laki menikahi perempuan dari desanya sendiri karena biayanya lebih murah.
Di Desa Sade, ada total 150 rumah dengan 700 warga yang semuanya mempunyai
ikatan keluarga.
Ø MATA PENCAHARIAN.
Mata pencaharian penduduk Sade
adalah bertani atau bekerja di luar daerah (laki-laki) dan menenun kain
(perempuan). Tenun ikat dan tenun songket khas Lombok yang dibuat oleh
perempuan Sade bisa ditemukan di sepanjang rumah-rumah di desa. Selain menenun
kain dan syal, perempuan suku Sasak juga membuat pernak-pernik perempuan
seperti gelang, cincin, kalung, dan anting. Mereka biasanya menjualnya sebagai
souvenir dengan harga yang beragam, mulai dari Rp 50.000 – 500.000,-.
Ø WANITA & TENUN (1).
Pada zaman dahulu, gadis yang belum
bisa menenun belum boleh menikah. Menenun merupakan lambang kemandirian dan
kesiapan seorang perempuan dalam berumahtangga. Namun, aturan itu sudah tidak
berlaku lagi sekarang. Mereka sudah dianggap pantas untuk menikah sejak umur 17
tahun.
Ø WANITA & TENUN (2).
Alat tenun yang digunakan oleh
wanita suku Sasak terbuat dari kayu dan penggunaannya masih manual. Bahan-bahan
yang digunakan untuk menenun pun berasal dari alam. Mereka memintal benang
sendiri dari kapas dengan alat dari kayu. Corak-corak warna yang dihasilkan
berasal dari tumbuh-tumbuhan, misalnya; kunyit untuk warna kuning dan mengkudu
untuk warna biru. Untuk satu tenun ikat atau tenun songket, mereka membutuhkan
waktu sekitar satu minggu hingga satu bulan, tergantung dari kerumitan corak,
warna, serta ukurannya.
Ø FILOSOFI ARSITEKTUR RUMAH (1).
Rumah-rumah di Desa Sade masih
terbuat dari bambu sebagai penyangganya, anyaman bambu sebagai temboknya,
jerami sebagai atapnya, dan tanah sebagai alasnya. Ada delapan jenis rumah di
Desa Sade, di antaranya adalah bale (rumah tempat tinggal). Pintu rumah dibuat
rendah (kurang dari 170 cm) sehingga kadang orang dewasa yang masuk ke dalamnya
harus menunduk. Ini adalah tanda bahwa siapapun yang masuk harus menunjukkan
kesopanan dan rasa hormat terhadap pemilik rumah.
Ø FILOSOFI ARSITEKTUR RUMAH (2).
Ada tiga anak tangga kecil di
setiap rumah warga Suku Sasak. Jumlahnya melambangkan Wetu Telu (tiga waktu)
dalam kehidupan manusia, yaitu: lahir, berkembang, dan wafat.
Ø FILOSOFI ARSITEKTUR RUMAH (3).
Selain bale, ada juga rumah lumbung
(dikenal dengan sebutan Berugak) yang digunakan untuk menyimpan hasil panen
padi. Hanya wanita yang bisa memasuki berugak bagian atas (tempat penyimpanan
padi) karena merekalah yang paling mengerti urusan dapur. Berugak mengajarkan
warga Suku Sasak untuk berhemat, stok makanan biasanya disimpan dan dipakai
untuk keperluan yang bersifat mendadak, seperti: gagal panen atau
perayaan-perayaan penting (pernikahan & festival adat). Berugak biasanya
didirikan di depan rumah karena bagian bawahnya juga sering digunakan untuk
menerima tamu atau sekedar kumpul keluarga.
Ø KOTORAN KERBAU.
Bahan-bahan yang digunakan sebagai
lantai rumah merupakan campuran dari tanah, getah kayu banjar, dan abu dari
hasil jerami yang dibakar. Untuk membuatnya semakin rekat dan tidak lembab pada
saat musim dingin serta tidak kering pada saat musim panas, masyarakat Suku
Sasak rajin mengolesi lantai rumah mereka dengan kotoran kerbau. Meskipun
sering dipakai untuk “mengepel”, ternyata kotoran kerbau tidak meninggalkan bau
yang tidak sedap.
Tidak ada tiket masuk yang harus dibeli untuk masuk ke desa ini, jadi para pengunjung dapat datang secara gratis.
No comments:
Post a Comment